Pura Amertasari
By igsgiar 4 years agoSejarah: Setelah Dalem Waturenggong dari Gelgel (Klungkung) gagal mempersunting putri Blambangan (Cokorda Ayu Mas) maka
Sejarah:
Setelah Dalem Waturenggong dari Gelgel (Klungkung) gagal mempersunting putri Blambangan (Cokorda Ayu Mas) maka Raja Blambangan sempat dihasut anak buahnya untuk mencurigai Danghyang Nirartha, bahwa dia telah berbuat selingkuh terhadap selir dan Putri Raja.
Untuk menghindari kemurkaan sang Dalem, maka Danghyang Nirartha bersama keluarganya pergi ke Pulau Bali dengan menaiki perahu. Beliau sempat singgah sebentar tepatnya di Tanjung Tangis (pesisir selatan Kabupaten Jembrana) pada tahun 1411 Caka, sekitar tahun 1489 Masehi. Di daerah tersebut memang sudah ada tokoh (pemimpin) yang bergelar Gusti Ngurah Sawe Rangsasa.
Dalam adu kekuatan itu, Gusti Ngurah Sawe Rangsasa mengalami kekalahan yang akhirnya membuat dia pergi meninggalkan daerah tersebut. Danghyang Nirartha memiliki pemikiran perlu untuk melakukan perbaikan terhadap kehidupan beragama yang benar. Beliau sering meninggalkan keluarganya di rumah, akibatnya istri dan anak-anaknya berantakan.
Beliau tidak lama tinggal di daerah Tanjung Tangis ini, setelah penduduk di sana mengerti tentang melaksanakan agama yang benar, beliau akhirnya membangun sebuah pura sebagai tempat persembahyangan yang kini disebut dengan Pura Dang Kahyangan Perancak. Dan, daerah tersebut akhirnya disebut Desa Perancak, pura ini merupakan tempat memohon bila kita hendak memulai belajar ilmu pengetahuan agama (kerahayuan).
Adanya Pura Lesung Batu sebagai tempat pemujaan adalah untuk memohon amreta (kesejahteraan) ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sebagai pelayan pendeta di daerah ini adalah seorang keturunan dari Pasek dan berdasarkan hikayat ini keturunan yang pantang terhadap ikan julit. Lama-kelamaan daerah ini berubah menjadi Desa Amrethasari dan sekarang menjadi Merthasari.
Setelah penduduk memahami cara beragama serta bercocok tanam, mengolah pertanian, beliau meninggalkan daerah tersebut. Dengan menuju ke arah timur dan diantar oleh penduduk (ketugtug) karena tersiar berita bahwa di daerah bagian timur penduduk diserang wabah penyakit. Kadatangan beliau di sana disambut baik oleh penduduk. Dan, beliau di sana mendapat julukan Ida Peranda Sakti Wahu Rawuh. Akhirnya beliau mendirikan tempat pemujaan yang fungsinya untuk menolak bala (nangluk merana). Yang sekarang kita kenal dengan nama Pura Rambut Siwi di Desa Yeh Embang.
Sebelum beliau diangkat menjadi bhagawanta pada masa pemerintahan Dalem Watu Renggong (tahun 1460-1550) beliau tiba di Gelgel berkisar tahun 1489 Masehi. Jadi ketiga Pura Dang Kahyangan di wilayah Jembrana memiliki fungsi yang berbeda yaitu Pura Perancak tempat memohon bila memperdalam ilmu agama dan pengetahuan. Di Pura Dang Kahyangan Amerthasari tempat memohonkan amreta (kesejahteraan) dan di Pura Rambut Siwi tempat memohonkan penolak bala (nangkluk merana).
Piodalan
Upacara piodalan Selasa Kliwon Prangbakat.
Struktur Pura
Renovasi
Bangunan pura ini pernah direnovasi tahun 1961. Namun di tahun 1965 bangunan pura tersebut sempat telantar sebelum belum sempat selesai, akhirnya pada 14 Juli 1976 bangunan tersebut ambruk total akibat gempa bumi yang terjadi. Hingga kemudian empat desa adat menjadi pekandel pura tersebut yakni Desa Adat BB Agung, Puseh Agung Kelurahan Banjar Tengah, Desa Adat Kertha Jaya Kelurahan Pendem dan Desa Adat Lokasari Kelurahan Loloan Timur.
Awal berdirinya Pura Amerthasari ini sebelum direhab tahun 1965 hanya ada satu pura yang terletak di bawah pohon beringin besar. Di sekitar pura tersebut sebelumnya ada telaga kecil. setelah dilakukan rehab, telaga itu dipindahkan dan dibuat meru di sana. Dan sekarang di atas telaga itu dibuatkan Padma. Sedangkan air telaga itu diambil secara modern dari dalam tanah ini sekitar 15 meter, lalu dialirkan di bawah Padma.
Awalnya pura ini bernama Amertasari, namun karena untuk mempermudah pelafalan maka biasa disebut Merthasari. Mangku generasi ketiga menjelaskan arti dari Amertasari yaitu terdiri atas 2 (dua) kata. Peratama Amerta yakni, seluruh makanan, berfungsi, sedangkan Sari berarti isinya.
Lokasi:
Pura ini menghadap ke barat yang dilatarbelakangi Gunung Batur dengan lava hitamnya serta Danau Batur yang membentang jauh di kaki Gunung Batur, melengkapi keindahan alam di sekeliling pura.
Sebelum letaknya yang sekarang ini, Pura Batur terletak di lereng Barat Daya Gunung Batur. Karena letusan dasyat pada tahun 1917 yang telah menghancurkan semuanya, termasuk pura ini kecuali sebuah pelinggih yang tertinggi. Akhirnya berkat inisiatif kepala desa bersama pemuka desa, mereka membawa pelinggih yang masih utuh dan membangun kembali Pura Batur ke tempat yang lebih tinggi yakni pada lokasi saat ini. Upacara di pura ini dirayakan setiap tahun yang dinamakan Ngusaba Kedasa.